blog pemula yang berisi konten ilmu pengetahuan, berita terhangat dan hobi..

Kamis, 21 Mei 2009

Makan Gelap-gelapan di Blind Resto

Untuk makan di resto pilihan, kadang-kadang tidak hanya rasa yang jadi andalan. Keunikan suasana dan konsep resto juga sering jadi bahan pertimbangan. Nah, di hari Jumat yang cukup berawan, saya berhasil menggiring geng Mahanagari: Ben, Hanafi sama Isti untuk ikutan makan di resto bernama Blind. Satu-satunya resto yang 'menjual' kegelapan sebagai nilai plus restonya. Satu-satunya di Indonesia dan yang perlu dicatat lagi adalah, resto kayak begini hanya ada di Bandung!

ImageBlind adalah resto dua lantai. Pemesanan dilakukan di lantai dasar sedangkan lantai dua adalah ‘sarang’ kegelapan yang menanti mangsanya. Lantai dua ini adalah resto yang sebenarnya, tempat kita menyantap makanannya. Sebelum pindah ke lokasinya sekarang, yaitu di Cihampelas Walk (CiWalk) resto Blind disa didatangi di Paskal Hyper Square. Konsep resto yang punya warna khas hijau dan hitam ini adalah makan dalam gelap. Benar-benar gelap hingga indra perasa dan penciuman kita saja yang bekerja. Tagline restonya aja The Journey of A Taste. Mungkin pemiliknya ini ingin memberitahu kita tentang how does is it feel when you eat and you are blind. Hmm…sebuah perjalanan rasa yang unik dan sangat …. Karena konsepnya pula, Arie Kurniawan, pemilik resto ini mengajak para tuna netra dari yayasan Wiyata Guna di Bandung untuk menjadi pelayan restoya. Sementara itu, di dinding lantai dasar resto berjajar pigura-pigura piagam rekor MURI hingga testimoni blog dari customer dan arsip-arsip mengenai Blind yang dimuat di media cetak. Keunikan lainnya adalah, kita akan diminta untuk menanggalkan semua bawaan kita dan menyimpannya di dalam loker yang sudah disediakan. Termasuk HP dan jam tangan, perhiasan, pokoknya semua sumber cahaya mesti disimpan dalam loker itu. Terjamin aman karena kita sendiri yang membawa kunci lokernya.


Tahap berikutnya untuk makan di resto Blind adalah briefing. Briefing? Begini, seorang pelayan tuna netra akan mengenalkan dirinya di kaki tangga menuju lantai dua. Maklum, makan dalam gelap pasti membutuhkan pengarahan. Dia akan menginstruksikan kita untuk menaiki tangga secara berbaris sambil memegang pundak teman yang ada didepan kita. Dan dia pula yang akan menuntun kita semua menaiki tangga karena semakin ke atas cahaya lampu semakin minim. Begitu sampai di lantai atas, tidak ada satu titik cahaya pun yang bisa dilihat. Gelap gulita. Rasanya seperti ‘jerit malam’ jaman ospek dulu. Jalan berbaris, pegangan pundak, dan gelap-gelapan.


Bila sudah selamat sampai di meja dan kursi, sang pelayan masih menuntun kita hingga benar-benar selamat sampai duduk dan barulah dia meninggalkan kita. Sementara itu, kita akan mulai beradaptasi dengan kegelapan. Cekikikan sambil mencari tahu siapa yang duduk di depan dan samping kita, meraba-raba bentuk meja dan kursi, dan berusaha memaksimalkan akomodasi mata yang tentu saja percuma.


Disaat sedang asik duduuk, tiba-tiba ada sebentuk cahaya merah kecil yang terbang-terbang. Apakah itu kunang-kunang? Ternyata bukan, karena begitu cahaya itu mendekat, keluar suara akang-akang sambil bilang "Ini makanannya. Siapa yang pesen Spaghetti bolognaise?" Ah. Itu pesanan saya. Pelayannya (bukan yang tuna netra) memakai kacamata night vision. Jadi pikirkan lagi kalo mau macam-macam di Blind ya, untuk yang bawa makanan dari luar atau mau bawa pulang piring sendoknya harap hati-hati, pasti ketahuan soalnya.


Begitu masuk sesi makan-makan, kita akan diberitahu perihal posisi sendok garpu atau pisau. Tidak lupa diingatkan juga sama akangnya, untuk selalu waspada terhadap posisi gelas. "takutnya kesenggol terus jatuh dan tumpah, teh", jelasnya. Hah, bagaimana caranya menjaga gelas didalam kegelapan?


Masuk ke babak makan.

Saya cuma makan Spaghetti Bolognaise, jadi gampang makannya. Tinggal di gulung-gulung dengan garpu dan hup! Masuk mulut saya. Hanafi dan Isti mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi karena mereka berdua memesan steak! Musti dipotong dulu dagingnya, kentangnya pun harus ditusuk garpu baru mendarat di mulut. Sungguh merepotkan karena gak bisa melihat makanan sendiri. Akhirnya, Hanafi menyerah dan makan dengan tangan telanjang. Syukurlah sebelum naik tangga tadi kami sudah cuci tangan. Jadi ingatlah untuk mencuci tangan sebelum naik ke lantai dua, ya?


Kembali ke acara santap menyantap. Ben makan sosis ala Jerman yang gemuk dan gempal, Sosis Bratwurst. Entah cara makannya bagaimana, mungkin dia menggunakan tangan kosong juga. Yang perlu ditiru dari Ben adalah, dia melakukan pemetaan makanan. Caranya dengan meraba dan mengingat. Begini caranya:


Ok, Salad di kiri gue (sambil meraba piring).

French Fries di kanan (masih meraba)

Sosis ditengah (terus meraba)

saos di kiri deket salad (meraba saos, yaiks!)

“sip!”, kata Ben setelah pemetaannya selesai dilakukan.


Menu di Blind sesungguhnya terdiri dari berbagai macam makanan. Makanan yang kami pesan adalah menu paket Blind. Ada 4 paket dan kami memesan paket yang saling berbeda agar bisa saling menyicip. Alhasil, ternyata susah juga nyicip makanan orang lain karena gelap. Saya hanya mencoba makanannya teh Isti. Enak. Saladnya juga enak sekali. Saya penyuka salad, semua salad selalu enak buat saya. Spaghetti saya standar. Enak, tapi enaknya standar.


Paket makanan ini sudah termasuk main course, dessert, dan minum. Untuk minum saya sarankan untuk pilih Orange Juice. Seriously segar dan enak, lebih mirip sirup rasa jeruk tapi yang ini sirup yang orisinil.


Entah kenapa, kami merasa proses makan berlangsung cepat. Apakah porsinya yang standar cenderung kurang atau karena makannya dalam gelap jadi rasanya tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain menghabiskan makanan. Jam 2 siang kami masuk Blind. Begitu keluar resto jam tangan saya menunjukkan waktu pukul 3.


Bila tertarik untuk makan Blind, saya sarankan untuk ambil menu biasa saja (diluar paket). Rasa sepertinya sama saja, tapi disini harga yang bicara. Menu Paket untuk kantong saya termasuk mahal. Satu paket harganya 50.000 belum termasuk tax & service. Total mencapai angka Rp 60.000.


Menu diluar paket cukup terjangkau, harga sekitar 25.000 – 30.000an.

Silakan dicoba. Pengalaman makan dalam gelap patut dicoba. Datang saja ke CiWalk.


Yang pasti setelah keluar dari Blind, saya jadi Blind-lag. Pusing-pusing euy. Ben, Hanafi, & Isti juga. Mungkin karena habis gelap terbitlah terang ya. Bersyukurlah kita yang bisa melihat karena ternyata buat saya pribadi (dan mungkin untuk yang lainnya), bisa melihat bentuk makanan juga jadi penggugah selera.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar